Posting Terbaru Terimakasih Atas Kunjungannya

HUT RI Ke 71 Bangsa Indonesia

Kamis, 04 Agustus 2016

Siang berganti Malam dan malam pun beganti siang begitulah waktu terus berputar, tidak terasa sudah kita Bangsa Indonesia sudah memperoleh Kemerdekaan yang  Ke 71 tahun. Bayangkan saja anak-anak yang lahir di tahun 1945 sekarang sudah menjadi Kakek maupun Nenek yang sudah sangat Sepuh, di Dusun Karangtengah, Desa Kepyar Kecamatan Purwantoro Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah tinggal beberapa saja beliau-beliau yang pernah merasakan saat-saat hari Dikumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. 



Pada waktu dulu sebelelum Kemerdekaan Bangsa ini yaitu Bangsa Kita Indonesia di raih Pendahulu-pendahulu Nenek Moyang kita berjuang menumpahkan darah, harta demi memdapatkan Kemerdekaan yang sangat di impi-impikan. 


Sekarang kita penerus dari Bangsa ini mari kita teruskan perjuangan pendahulu Nenek Moyang kita dengan membangun, memperkuat dan membuat Bangsa (Negara) Indonesia menjadi lebih baik dan bai dan baik lagi mulai sekarang, kita harus menanamkan rasa memiliki Bangsa (Negara) Indonesia sepehnya. 



Di Kampung Kami Karangtengah Desa Kepyar Kecamatan Purwantoro Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah pemuda dan pemudi di dukung oleh Beliau-beliau Orang Tua untuk merayakan Hari Jadi Bangsa Indonesia menghias jalan-jalan dengan hiasan lampu-lampu warna-warni dan ada beberapa Umbul-umbul. Dari mempersiapkan bambu-bambun untuk tiang penyaga lampu maupun untuk plengkung lampu di persiapkan bersama dan di kerjakan bersama-sama, hasilnya cukup mempesona di malam hari lapu beraneka warna saling berkedap kedip menghiasi jalan-jalan di Kampung kami.



Tapi semangat untuk memajukan Bangsa ini harus terus di pupuk biar nanti tambah subur dan menjadi besar, jangan hanya di waktu perayaan Hari Jadi Kemerdekaan Bangsa saja bersemangat. Dengan cara bekerja dengan giat yang petani bercocok tanam dan mengolah tanah dengan baik, yang pedagan berdagang dengan jujur, yang Pegawai Negeri bekerja tepat waktu dan melayani masyarakat, yang pejabat dan wakil rakyat memikirkan rakyaatnya dan mensejahterakan rakyat, sedangkan yang pelajar dan mahasiswa  belajar dengan tekun dan menghormati para Pahlawan yang telah mengorbankan apa saja untuk Kemerdekaan Bangsa ini.

Galeri Foto:

Pertandingan Sepak Bola Club Desa Kepyar HUT RI Ke 71

Awan mulai berarak kebarat angin berhembus dengan pelan dan burung-burung pun berkicau dengan riuhnya pertanda bahwa hari mulai beranjak dari siang menuju sore, tepatnya pada hari senin pon siang (tanggal 01 Agustus 2016) anak-anak muda Desa Kepyar mulai mempersiapkan segala sesuatu keperluan yang akan di gunakan untuk menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi di pertandingan sepak bola antar Desa di lapangan Kecamatan Purwantoro.


Pertandingan Sepak Bola antar Desa yang di adakan di Kecamatan Purwantoro kali ini dilaksanakan di Lapangan Njetak, sedangkan yang akan bertanding adalah Club Sepak Bola Desa Keyar melawan Club Sepak Bola Kelurahan Tegalrejo. Pada kesempatan kali ini Club sepak bola Desa Kepyar datang kelapangan lebih dahulu untuk mempersiapkan diri dari pemanasan pemain sampai pendaftaran pemain ke panitia.


Sebelum pertandingan di mulai para pemain kedua belah pihak Club sepak bola Desa Kepyar maupun Club sepak bola Kelurahan Tegalrejo melakukan Kick Off bersama Wasit dan kedua Hakim garis. Setelah peraturan dan penentuan siapa yang menempati sebelah selatan atau utara di tentukan kedua Club sepak bola saling berjabat tangan, dan pertandingan Sepak Bola antar Desa pun di mulai.


Pertandingan berjalan dengan sangat meriah baik itu dari Club sepak bola Desa kepyar maupun Club sepak bola Kelurahan Tegalrejo saling saling serang, Permainan bola kedua belah pihak ternyata cukup seimbang sampai pada waktu babak pertama selesai (setengah mainan) kedua belah pihak belum ada yang berhasil mencetak Gol masih 0 - 0. Dilanjutkan babak kedua kedua Club sepak bola juga belum kendor semangatnya untuk menghasilkan Gol untuk Club nya masing-masing, Tapi di ujung pertandingan Sepak Bola kali ini Club Kelurahan Tegalrejo maupun Club Desa Kepyar juga masih belum bisa menghasilkan hasil yang memuaskan ternyata masih seimbang juga dengan hasil 0 - 0.

Club Sepak Bola Desa Kepyar

Di Pertandingan Sepak Bola antar Desa di Kecamatan Purwantoro tahun ini menggunakan sistem pertandingan sistem gugur, jadi nantinya kalau hasil dari pertandingan seimbang 0 - 0 atau 1 - 1 dan seterusnya akan di lakukan Adu pinalti (adu kiper). Jadi setelah melihat hasih pertandingan Club Desa Kepyar melawan Club Kelurahan Tegalrejo ini akan di lakukan Adu Pinalti (adu kiper). Setelah Panitia pertandingan menerima nama-nama pemain yang akan menjadi pengeksekusi Pinalti dari kedua belah pihah maka Adu Pinalti (adu kiper) siap di lakukan.

Club Sepak Bola Kel. Tegalrejo

Di Tahun ini Adu Pinalti (adu kiper) di laksanankan sangat teratur baik dari penontonnya yang masih tetap di posisi nya semula tidak merangek maju kedepan gawang maupun pemain nya yang rapi menunggu giliran di tegah Lapangan. Yang pertama jadi pengeksekusi tendangan pinalti kali ini Yuda (kentut) dari Culb Sepak Bola Desa Kepyar dengan hasil yang sangat memuaskan Gool di dapatkan. Setelah itu saling bergiliran mengeksekusi tendangan Pinalti, dengan hasil akhir 5 - 3 untuk kemenangan Club Sepak Bola Desa Kepyar.



Galeri Foto:

Penculikan Sinta Oleh Rahwana

Sabtu, 23 Juli 2016

Ramayana sebenarnya diambil dari cerita yang benar-benar terjadi di daratan India. Saat itu daratan India dikalahkan oleh India Lautan yang juga disebut tanah Srilangka atau Langka, yang dalam pewayangan disebut Alengka. Tokoh Rama adalah pahlawan negeri India daratan, yang kemudian berhasil menghimpun kekuatan rakyat yang dilukiskan sebagai pasukan kera pimpinan Prabu Sugriwa. Sedang tanah yang direbut penguasa Alengka dilukiskan sebagai Dewi Sinta (dalam bahasa Sanskerta berarti tanah). Dalam penjajahan oleh negeri lain, umumnya segala peraturan negara dan budaya suatu bangsa akan mudah berganti dan berubah tatanan, yang digambarkan berupa kesucian Sinta yang diragukan diragukan.

Maka setelah Sinta dibebaskan, ia lantas pati obong, yang artinya keadaan negeri India mulai dibenahi, dengan merubah peraturan dan melenyapkan kebudayaan si bekas penjajah yang sempat berkembang di India. Dalam khazanah kesastraan Ramayana Jawa Kuno, dalam versi kakawin (bersumber dari karya sastra India abad VI dan VII yang berjudul Ravanavadha/kematian Rahwana yang disusun oleh pujangga Bhatti dan karya sastranya ini sering disebut Bhattikavya) dan versi prosa (mungkin bersumber dari Epos Walmiki kitab terakhir yaitu Uttarakanda dari India). 


Kisah Ramayana diawali dengan adanya seseorang bernama Rama, yaitu putra mahkota Prabu Dasarata di Kosala dengan ibukotanya Ayodya. Tiga saudara tirinya bernama Barata, Laksmana dan Satrukna. Rama lahir dari isteri pertama Dasarata bernama Kausala, Barata dari isteri keduanya bernama Kaikeyi serta Laksmana dan Satrukna dari isterinya ketiga bernama Sumitra. Mereka hidup rukun.

Sejak remaja, Rama dan Laksmana berguru kepada Wismamitra sehingga menjadi pemuda tangguh. Rama kemudian mengikuti sayembara di Matila ibukota negara Wideha. Berkat keberhasilannya menarik busur pusaka milik Prabu Janaka, ia dihadiahi putri sulungnya bernama Sinta, sedangkan Laksmana dinikahkan dengan Urmila, adik Sinta.

Setelah Dasarata tua, Rama yang direncanakan untuk menggantikannya menjadi raja, gagal setelah Kaikeyi mengingatkan janji Dasarata bahwa yang berhak atas tahta adalah Barata dan Rama harus dibuang selama 15 (lima belas) tahun. Atas dasar janji itulah dengan lapang dada Rama pergi mengembara ke hutan Dandaka, meskipun dihalangi ibunya maupun Barata sendiri. Kepergiannya itu diikuti oleh Sinta dan Laksmana.

Namun kepergian Rama membuat Dasarata sedih dan akhirnya meninggal. Untuk mengisi kekosongan singgasana, para petinggi kerajaan sepakat mengangkat Barata sebagai raja. Tapi ia

menolak, karena menganggap bahwa takhta itu milik Rama, sang kakak. Untuk itu Barata disertai parajurit dan punggawanya, menjemput Rama di hutan. Saat ketemu kakaknya, Barata sambil menangis menuturkan perihal kematian Dasarata dan menyesalkan kehendak ibunya, untuk itu ia dan para punggawanya meminta agar Rama kembali ke Ayodya dan naik takhta. Tetapi Rama menolak serta tetap melaksanakan titah ayahandanya dan tidak menyalahkan sang ibu tiri, Kaikeyi, sekaligus membujuk Barata agar bersedia naik takhta. Setelah menerima sepatu dari Rama, Barata kembali ke kerajaan dan berjanji akan menjalankan pemerintahan sebagai wakil kakaknya.

Banyak cobaan yang dihadapi Rama dan Laksmana, dalam pengembaraannya di hutan. Mereka harus menghadapi para raksasa yang meresahkan masyarakat di sekitar hutan Kandaka itu. Musuh yang menjengkelkan adalah Surpanaka, raksesi yang menginginkan Rama dan Laksmana menjadi suaminya. Akibatnya, hidung dan telinga Surpanaka dibabat hingga putus oleh Laksmana. Dengan menahan sakit dan malu, Surpanaka mengadu kepada kakaknya, yaitu Rahwana yang menjadi raja raksasa di Alengka, sambil membujuk agar Rahwana merebut Sinta dari tangan Rama. Dengan bantuan Marica yang mengubah diri menjadi kijang keemasan, Sinta berhasil diculik Rahwana dan dibawa ke Alengka.

Burung Jatayu yang berusaha menghalangi, tewas oleh senjata Rahwana. Sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir, Jatayu masih sempat mengabarkan nasib Sinta kepada Rama dan Laksmana yang sedang mencarinya.Dalam mencari Sinta, Rama dan Laksamana berjumpa pembesar kera yang bernama Sugriwa dan Hanuman. Mereka mengikat persahabatan dalam suka dan duka. Dengan bantuan Rama, Sugriwa dapat bertahta kembali di Kiskenda setelah berhasil mengalahkan Subali yang lalim. Setelah itu, Hanuman diperintahkan untuk membantu Rama mencari Sinta. Dengan pasukan kera yang dipimpin Anggada, anak Subali, mereka pergi mencari Sinta.

Atas petunjuk Sempati, kakak Jatayu, mereka menuju ke pantai selatan. Untuk mencapai Alengka, Hanuman meloncat dari puncak gunung Mahendra. Setibanya di ibukota Alengka, Hanuman berhasil menemui Sinta dan mengabarkan bahwa Rama akan segera membebaskannya. Sekembalinya dari Alengka, Hanuman melapor kepada Rama. Strategi penyerbuan pun segera disusun. Atas saran Wibisana, adik Rahwana yang membelot ke pasukan Rama, dibuatlah jembatan menuju Alengka. Setelah jembatan jadi, berhamburanlah pasukan kera menyerbu Alengka. Akhirnya, Rahwana dan pasukannya hancur. Wibisana kemudian dinobatkan menjadi raja Alengka, menggantikan kakaknya yang mati dalam peperangan. Yang menarik dan sampai saat ini sangat populer di Jawa, adalah adanya ajaran tentang bagaimana seharusnya seseorang memerintah sebuah kerajaan atau negara dari Rama kepada Wibisana, yang dikenal dengan sebutan ASTHABRATA.

Setelah berhasil membebaskan Sinta, pergilah Rama dan Sinta serta Laksmana dan seluruh pasukan (termasuk pasukan kera) ke Ayodya. Setibanya di ibukota negera Kosala itu, mereka disambut dengan meriah oleh Barata, Satrukna, para ibu Suri, para punggawa dan para prajurit, serta seluruh rakyat Kosala. Dengan disaksikan oleh mereka, Rama kemudian dinobatkan menjadi raja.


Sumber : 365ceritarakyatindonesia.blogspot.co.id

Adipati Karna Sang Penakhluk Tetuko

Adipati Karna seorang raja negri Awangga, meskipun raja tetapi raja kecil. Raja yang masih diperintah raja lain (Ratu rehrehan Jawa).

Istrinya Karna itu bernama Dewi Surtikanti, putri Mandaraka, putra Prabu Salyapati. Anak Adipati Karna kalau dalam pewayangan adalah dua orang, lelaki dan perempuan, bernama Warsakusuma dan Dewi Suryawati. Patihnya Karna itu bernama Patih Hadimanggala. Banyak para pejabat atau tokoh masyarakat yang mengagumi tokoh Karna, termasuk guru saya. Ki Narto Sabdo. Bahkan juga Presiden I Bung Karno juga mengagumi tokoh Karna, sebab sejarah serta perjalanan hidup Karna itu agak aneh atau unik.

Karna itu anaknya Dewi Kunti Talibrata dengan Bathara Surya, tetapi tidak dengan jalan melalui hubungan badan (bersetubuh), sebab terkena walat atau kutukan disebabkan membaca mantra limu Aji Kunta Wekasing Rasa Sabda Tunggal Tanpa Lawan. Dewi Kunti itu sejak muda (perawan) sudah senang mempelajari ilmu, termasuk pula Kunti berguru kepada Brahmana yang bernama Reshi Druwasa, can diberi Ilmu “Aji Kunta Wekasing Rasa Sabda Tunggal Tanpa Lawan”, yang memilki daya keampuhan dapat mendatangkan Dewa hanya dengan kekuatan mantra tersebut. Peringatan Guru Druwasa. membaca atau merapal ilmu tersebut tidak boleh dilakukan sambil mandi dan/atau mau tidur. 

Tetapi sepertinva Dewi Kunti tidak percaya dengan keampuhan Aji Kunta, karena itu Dewi Kunti mencoba kekuatan mantra Aji Kunta yang ia lakukan saat menjelang matahari terbenam. Dengan demikian Sanghyang Bathara Surya yang seharusnya akan istirahat, karena seharian penuh mengatur jalannya matahari, mendadak tergetar rasa hatinya sepertinya mendapatkan kontak bathin, tetapi Bathara Surya itu adalah Dewa yang ilmu kesaktiannya sangat tinggi, ibaratnya hanya dalam sekejap mata saja sudah sampai di tempat yang dituju, yaitu kamar mandi Dewi Kunti yang saat itu akan mandi. Dewi Kunti begitu mengetahui ada Dewa yang datang di depannya, langsung gugup dan tubuhnya gemetar, dengan cepat tangannya bergerak menyambar pakaiannya yang sudah mulai ia tanggalkan, tetapi yang teraih hanyalah kembennya saja, lalu ia kenakan untuk menutupi sebagian tubuhnya. 

Bathara Surya kemu­dian berta­nya kepa da Dewi Kunti, ada maksud apa sampai ia merapal Aji Kunta? Dewi Kunti yang sebe­narnya ha­nya sekadar mencoba, karuan saja menjadi takut dan gugup dalam memberi penjelasan, bahwa apa yang ia lakukan hanyalah sekadar mencoba mantra tersebut 

Mendengar pengakuan Dewi Kunti seperti itu, Bathara Surya menjadi marah, sebab mempelajari semua ilmu itu harus percaya dan yakin, tidak boleh hanya untuk main coba-coba. Karena itu Dewi Kunti lalu diberi hukuman, hamil tanpa bersetubuh. Dewi Kunti menangis, memohon pengampunan, tetapi Bathara Surya telah hilang dari pandangan mata. 

Beberapa bulan Dewi Kunti tidak berani keluar dari kamar keputrian, yang ia lakukan hanya tidur berselimut rapat untuk menutupi kandungannya yang sudah besar, dan kalau ditanya oleh ayah, ibu dan kakaknya. jawabnya adalah sedang sakit.. Namun sepandai-pandai menyimpan bangke, akhirnya akan tercium juga bahunya. Demikianjuga halnya dengan apa yang terjadi pada Dewi Kunti, kakaknya sendjri Basudewa yang mengetahui pertama kali kalau ia sedang mengandung. 

Talk terbayangkan bagaimana kemarahan Raden Basudewa begitu mengetahui dengan penglihatannya sendiri kalau adiknya Dewi Kunti sedang mengandung, padahal belum menikah dengan lelaki siapapun. Niatnya Dewi Kunti akan dihajarnya, namun untunglah Reshi Druwasa guru­nya Dewi Kunti mendadak datang, yang kemudian menjelaskan apa yang sesungguhnya terjadi pada diri Dewi Kunti. Apa yang dijelaskan oleh Resi Druwasa dapat diterima oleh Basudewa. 

Untuk menjaga agar aib tersebut tidak tersebar luas, bayi yang ada dalam kandungan Dewi Kunti, lalu dilahirkan dengan kekuatan mantra gaib Resi Druwasa. Bayi lahir melalui lubang telinga Dewi Kunti, karena itu jabang bayi diberi nama Karna. 

Bayi Karna kemudian dimasukkan ke dalam kendaga dan dihanyutkan ke sungai Bagi Ratri, selanjutnya bayi yang hanyut di sungai itu ditemukan oleh salah seorang sais kereta Prabu Drestrarasta, yang bernama Adirata, yang kebetulan baru mandi bersama istrinya yang bernama Nyai Nadha, bayi dibawa pulang, dipelihara dan diasuh sampai dewa­sa. 


Karna juga punya nama ; Suryaputra, Suryat­maja, Talidarma, Bismantaka, Pritaputra. 

Adipati Karna bersatu dengan Prabu Duryudana, sebab Kama berhutang bu­di kepada Prabu Duryudana di Astina, termasuk Surtikanti, istrinya Kama itu sebenamya pacamya (ke­kasihnya) Duryudana, te­tapi direlakan menjadi istri­nya Karna. Intinya, semua kemuliaan yang dimiliki Prabu Karna merupakan pemberian atau anugrah dari Prabu Duryudana. Karena itu walaupun Prabu Karma itu putra Dewi Kunti, dan Pandawa itu saudara satu ibu, akan tetapi Prabu Karna tetap bersatu serta merasa dan mengakui kalau Duryudana yang harus dibela dan dilindungi. Prabu Karna juga mengakui kalau Kunti itu ibu yang melahirkannya, serta Pandawa itu adalah saudaraya. Meski demikian Prabu Karna kukuh dengan sumpahnya membela yang memberi kemuliaan, yaitu Prabu Duryudana. 

Disinilah kita dapat mengambil pelajaran, Katresnan atau Kewajiban, tapi kenyataannya Prabu Kama memilih kewajiban. Kenyatannya dalam lakon “Krena Duta”. Kama bertemu dengan Kresna (Sandi Tama Kawedar), Kresna membujuk Karna agar bersatu dengan Pandawa. Karna tidak mau. Dewi Kunti sendiri juga membujuk dan meminta Karna bersatu bersama Pandaiva, Karna juga tidak mau, tetap akan membela Duryudana. 


Namun sesungguhnya Karna itu juga sayang terhadap Pandawa, Buktinya? Karna itu memiliki pusaka pembawaan dari lahir yaitu yang berujud anting-anting yang bernama “Pucunggul Maniking Surya”, serta Kawaca (Kere Waja atau Rumpi Baja). Karena kecintaannya terhadap Pandawa, Karna membuang pusaka kadewatan yang dibawanya sejak lahir sambil bekata : Hai, saudaraku para Pandawa. Ini pusaka milikku yang sangat sakti sudah aku lepas, dibuang. Aku tidak butuh kemenangan, Pandawa harus menang. Angkara murka harus lenyap. 


Biodata Adipati Karna :
  • Name: Karna
  • Nama Lain: Radheya, Basusena, Wresa, Sutaputra, Anggadipa, Suryaputra, Suryatmaja, Talidarma, Bismantaka
  • Kasta: Ksatria
  • Orang Tua: Dewa Surya dan Kunti
  • Pasangan: Vrushali, Supriya
  • Anak: Wrisasena, Sudaman, Shatrunjaya, Dwipata, Susena, Satyasea, Citrasena, Susarma dan Wrishaketu
  • Kediaman: Kerajaan Angga
  • Profesi: Archer

sumber : www.heritageofjava.com

Gatotkaca Putra Bima

Gatotkaca (bahasa Sanskerta: Ghattotkacha) adalah seorang tokoh dalam wiracarita Mahabharata yang dikenal sebagai putra Bimasena atau Wrekodara dari keluarga Pandawa. Ibunya yang bernama Hidimbi (Harimbi) berasal dari bangsa rakshasa, sehingga ia pun dikisahkan memiliki kekuatan luar biasa. Dalam perang besar di Kurukshetra ia banyak menewaskan sekutu Korawa sebelum akhirnya gugur di tangan Karna. 


Di Indonesia, Gatotkaca menjadi tokoh pewayangan yang sangat populer. Misalnya dalam pewayangan Jawa ia dikenal dengan ejaan Gatutkaca (bahasa Jawa: Gathutkaca). Kesaktiannya dikisahkan luar biasa, antara lain mampu terbang di angkasa tanpa menggunakan sayap, serta terkenal dengan julukan “otot kawat tulang besi”. Asal-Usul dan Arti Nama Menurut versi Mahabharata, Gatotkaca adalah putra Bimasena dari keluaga Pandawa yang lahir dari seorang rakshasa perempuan bernama Hidimbi. Hidimbi sendiri merupakan raksasi penguasa sebuah hutan bersama kakaknya yang bernama Hidimba. 


Dalam pewayangan Jawa, ibu Gatotkaca lebih terkenal dengan sebutan Arimbi. Menurut versi ini, Arimbi bukan sekadar penghuni hutan biasa, melainkan putri dari Kerajaan Pringgadani, negeri bangsa rakshasa. Dalam bahasa Sanskerta, nama Ghatotkacha secara harfiah bermakna “memiliki kepala seperti kendi”. Nama ini terdiri dari dua kata, yaitu ghaṭ(tt)am yang berarti “buli-buli” atau “kendi”, dan utkacha yang berarti “kepala”. Nama ini diberikan kepadanya karena sewaktu lahir kepalanya konon mirip dengan buli-buli atau kendi. Kelahiran Kisah kelahiran Gatotkca dikisahkan secara tersendiri dalam pewayangan Jawa. Namanya sewaktu masih bayi adalah Jabang Tetuka. Sampai usia satu tahun tali pusarnya belum bisa dipotong walau menggunakan senjata apa pun. Arjuna (adik Bimasena) pergi bertapa untuk mendapatkan petunjuk dewa demi menolong nasib keponakannya itu. 


Namun pada saat yang sama Karna, panglima Kerajaan Hastina juga sedang bertapa mencari senjata pusaka. Karena wajah keduanya mirip, Batara Narada selaku utusan kahyangan memberikan senjata Kontawijaya kepada Karna, bukan kepada Arjuna. Setelah menyadari kesalahannya, Narada pun menemui Arjuna yang sebenarnya. Arjuna lalu mengejar Karna untuk merebut senjata Konta. Pertarungan pun terjadi. Karna berhasil meloloskan diri membawa senjata Konta, sedangkan Arjuna hanya berhasil merebut sarung pembungkus pusaka tersebut. Namun sarung pusaka Konta terbuat dari Kayu Mastaba yang ternyata bisa digunakan untuk memotong tali pusar Tetuka. Akan tetapi keajaiban terjadi. Kayu Mastaba musnah dan bersatu dalam perut Tetuka. Kresna yang ikut serta menyaksikannya berpendapat bahwa pengaruh kayu Mastaba akan menambah kekuatan bayi Tetuka. 

Biografi Gatotkaca :
  • Gatotkaca sebagai tokoh wayang kulit Jawa 
  • Tokoh dalam mitologi Hindu 
  • Nama: Gatotkaca 
  • Nama lain: Bhimasuta; Tetuka; Tutuka; 
  • Ejaan Sanskerta: Ghattotkacha 
  • Golongan: rakshasa A
  • sal: wilayah timur laut India, sebelah selatan pegunungan Himalaya timur 
  • Kediaman: Kerajaan Rakshasa 
  • Pasangan: Ahilawati (versi India), Pregiwa (versi Jawa) 
  • Anak: Barbarika 


Namun ia juga meramalkan bahwa kelak Tetuka akan tewas di tangan pemilik senjata Konta. Menjadi Jago Dewa Versi pewayangan Jawa melanjutkan, Tetuka kemudian dipinjam Narada untuk dibawa ke kahyangan yang saat itu sedang diserang musuh bernama Patih Sekipu dari Kerajaan Trabelasuket. Ia diutus rajanya yang bernama Kalapracona untuk melamar bidadari bernama Batari Supraba. Bayi Tetuka dihadapkan sebagai lawan Sekipu. Anehnya, semakin dihajar bukannya mati, Tetuka justru semakin kuat. Karena malu, Sekipu mengembalikan Tetuka kepada Narada untuk dibesarkan saat itu juga. Narada kemudian menceburkan tubuh Tetuka ke dalam kawah Candradimuka, di Gunung Jamurdipa. Para dewa kemudian melemparkan berbagai jenis senjata pusaka ke dalam kawah. Beberapa saat kemudian, Tetuka muncul ke permukaan sebagai seorang laki-laki dewasa. 


Segala jenis pusaka para dewa telah melebur dan bersatu ke dalam dirinya. Tetuka kemudian bertarung melawan Sekipu dan berhasil membunuhnya menggunakan gigitan taringnya. Kresna dan para Pandawa saat itu datang menyusul ke kahyangan. Kresna kemudian memotong taring Tetuka dan menyuruhnya berhenti menggunakan sifat-sifat kaum raksasa. Batara Guru raja kahyangan menghadiahkan seperangkat pakaian pusaka, yaitu Caping Basunanda, Kotang Antrakusuma, dan Terompah Padakacarma untuk dipakai Tetuka, yang sejak saat itu diganti namanya menjadi Gatotkaca. Dengan mengenakan pakaian pusaka tersebut, Gatotkaca mampu terbang secepat kilat menuju Kerajaan Trabelasuket dan membunuh Kalapracona. Perkawinan Dalam versi Mahabharata, Gatotkaca menikah dengan seorang wanita bernama Ahilawati. Dari perkawinan ini lahir seorang putra bernmama Barbarika. Baik Gatotkaca ataupun Barbarika sama-sama gugur dalam perang besar di Kurukshetra, namun di pihak yang berbeda. 


Dalam versi pewayangan Jawa, Gatotkaca menikah dengan sepupunya, yaitu Pregiwa putri Arjuna. Ia berhasil menikahi Pregiwa setelah melalui perjuangan berat, yaitu menyingkirkan saingannya, bernama Laksmana Mandrakumara putra Duryudana dari keluarga Korawa. Dari perkawinan Gatotkaca dengan Pregiwa lahir seorang putra bernama Sasikirana. Ia menjadi panglima perang Kerajaan Hastina pada masa pemerintahan Parikesit, putra Abimanyu atau cucu Arjuna. Versi lain mengisahkan, Gatotkaca memiliki dua orang istri lagi selain Pregiwa, yaitu Suryawati dan Sumpaniwati. Dari keduanya masing-masing lahir Suryakaca dan Jayasumpena. Menjadi Raja Pringgadani Gatotkaca versi Jawa adalah manusia setengah raksasa, namun bukan raksasa hutan. Ibunya adalah Arimbi putri Prabu Tremboko dari Kerajaan Pringgadani. Tremboko tewas di tangan Pandu ayah para Pandawa akibat adu domba yang dilancarkan Sangkuni. Ia kemudian digantikan oleh anak sulungnya yang bernama Arimba. Arimba sendiri akhirnya tewas di tangan Bimasena pada saat para Pandawa membangun Kerajaan Amarta. 


Takhta Pringgadani kemudian dipegang oleh Arimbi yang telah diperistri Bima. Rencananya takhta kelak akan diserahkan kepada putra mereka setelah dewasa. Arimbi memiliki lima orang adik bernama Brajadenta, Brajamusti, Brajalamadan, Brajawikalpa, dan Kalabendana. Brajadenta diangkat sebagai patih dan diberi tempat tinggal di Kasatrian Glagahtinunu. Sangkuni dari Kerajaan Hastina datang menghasut Brajadenta bahwa takhta Pringgadani seharusnya menjadi miliknya bukan milik Gatotkaca. Akibat hasutan tersebut, Brajadenta pun memberontak hendak merebut takhta dari tangan Gatotkaca yang baru saja dilantik sebagai raja. Brajamusti yang memihak Gatotkaca bertarung menghadapi kakaknya itu. Kedua raksasa kembar tersebut pun tewas bersama. Roh keduanya kemudian menyusup masing-masing ke dalam telapak tangan Gatotkaca kiri dan kanan, sehingga manambah kesaktian keponakan mereka tersebut. Setelah peristiwa itu Gatotkaca mengangkat Brajalamadan sebagai patih baru, bergelar Patih Prabakiswa. Kematian Versi Mahabharata Kematian Gatotkaca terdapat dalam buku ketujuh Mahabharata yang berjudul Dronaparwa, pada bagian Ghattotkacabadhaparwa. Ia dikisahkan gugur dalam perang di Kurukshetra atau Baratayuda pada malam hari ke-14. Perang besar tersebut adalah perang saudara antara keluarga Pandawa melawan Korawa, di mana Gatotkaca tentu saja berada di pihak Pandawa. 


Versi Mahabharata mengisahkan, Gatotkaca sebagai seorang raksasa memiliki kekuatan luar biasa terutama pada malam hari. Setelah kematian Jayadrata di tangan Arjuna, pertempuran seharusnya dihentikan untuk sementara karena senja telah tiba. Namun Gatotkaca menghadang pasukan Korawa kembali ke perkemahan mereka. Pertempuran pun berlanjut. Semakin malam kesaktian Gatotkaca semakin meningkat. Prajurit Korawa semakin berkurang jumlahnya karena banyak yang mati di tangannya. Seorang sekutu Korawa dari bangsa rakshasa bernama Alambusa maju menghadapinya. Gatotkaca menghajarnya dengan kejam karena Alambusa telah membunuh sepupunya, yaitu Irawan putra Arjuna pada pertempuran hari kedelapan. Tubuh Alambusa ditangkap dan dibawa terbang tinggi, kemudian dibanting ke tanah sampai hancur berantakan. Duryodana pemimpin Korawa merasa ngeri melihat keganasan Gatotkaca. Ia memaksa Karna menggunakan senjata pusaka pemberian Dewa Indra yang bernama Shakti untuk membunuh rakshasa itu. Semula Karna menolak karena pusaka tersebut hanya bisa digunakan sekali saja dan akan dipergunakannya untuk membunuh Arjuna. Namun karena terus didesak, Karna terpaksa melemparkan pusakanya menembus dada Gatotkaca. Menyadari ajalnya sudah dekat, Gatotkaca masih sempat berpikir bagaimana caranya untuk membunuh prajurit Kurawa dalam jumlah besar. Maka Gatotkaca pun memperbesar ukuran tubuhnya sampai ukuran maksimal dan kemudian roboh menimpa ribuan prajurit Korawa. Pandawa sangat terpukul dengan gugurnya Gatotkaca. 


Dalam barisan Pandawa hanya Kresna yang tersenyum melihat kematian Gatotkaca. Ia gembira karena Karna telah kehilangan pusaka andalannya sehingga nyawa Arjuna dapat dikatakan relatif aman. Kematian Versi Jawa Sosok Gatotkaca (kiri) dan Abimanyu (sedang memanah) dalam sebuah lukisan tradisional dari Maharashtra, dibuat sekitar abad ke-19. Perang di Kurukshetra dalam pewayangan Jawa biasa disebut dengan nama Baratayuda. Kisahnya diadaptasi dan dikembangkan dari naskah Kakawin Bharatayuddha yang ditulis tahun 1157 pada zaman Kerajaan Kadiri. Versi pewayangan mengisahkan, Gatotkaca sangat akrab dengan sepupunya yang bernama Abimanyu putra Arjuna. Suatu hari Abimanyu menikah dengan Utari putri Kerajaan Wirata, di mana ia mengaku masih perjaka. Padahal saat itu Abimanyu telah menikah dengan Sitisundari putri Kresna. Sitisundari yang dititipkan di istana Gatotkaca mendengar suaminya telah menikah lagi. Paman Gatotkaca yang bernama Kalabendana datang menemui Abimanyu untuk mengajaknya pulang. Kalabendana adalah adik bungsu Arimbi yang berwujud raksasa bulat kerdil tapi berhati polos dan mulia. Hal itu membuat Utari merasa cemburu. Abimanyu terpaksa bersumpah jika benar dirinya telah beristri selain Utari, maka kelak ia akan mati dikeroyok musuh. Kalabendana kemudian menemui Gatotkaca untuk melaporkan sikap Abimanyu. 

Namun Gatotkaca justru memarahi Kalabendana yang dianggapnya lancang mencampuri urusan rumah tangga sepupunya itu. Karena terlalu emosi, Gatotkaca sampai memukul kepala Kalabendana. Mekipun perbuatan tersebut dilakukan tanpa sengaja, namun pamannya itu tewas seketika. Ketika perang Baratayuda meletus, Abimanyu benar-benar tewas dikeroyok para Korawa pada hari ke-13. Esoknya pada hari ke-14 Arjuna berhasil membalas kematian putranya itu dengan cara memenggal kepala Jayadrata. Duryudana sangat sedih atas kematian Jayadrata, adik iparnya tersebut. Ia memaksa Karna menyerang perkemahan Pandawa malam itu juga. Karna pun terpaksa berangkat meskipun hal itu melanggar peraturan perang. Mendengar para Korawa melancarkan serangan malam, pihak Pandawa pun mengirim Gatotkaca untuk menghadang. Gatotkaca sengaja dipilih kaarena Kotang Antrakusuma yang ia pakai mampu memancarkan cahaya terang benderang. Pertempuran malam itu berlangsung mengerikan. 

Gatotkaca berhasil menewaskan sekutu Korawa yang bernama Lembusa. Namun ia sendiri kehilangan kedua pamannya, yaitu Brajalamadan dan Brajawikalpa yang tewas bersama musuh-musuh mereka, bernama Lembusura dan Lembusana. Gatotkaca akhirnya berhadapan dengan Karna, pemilik senjata Kontawijaya. Ia pun menciptakan kembaran dirinya sebanyak seribu orang sehingga membuat Karna merasa kebingungan. Atas petunjuk ayahnya, yaitu Batara Surya, Karna berhasil menemukan Gatotkaca yang asli. Ia pun melepaskan senjata Konta ke arah Gatotkaca. Gatotkaca mencoba menghindar dengan cara terbang setinggi-tingginya. Namun arwah Kalabendana tiba-tiba muncul menangkap Kontawijaya sambil menyampaikan berita dari kahyangan bahwa ajal Gatotkaca telah ditetapkan malam itu. Gatotkaca pasrah terhadap keputusan dewata. 

Namun ia berpesan supaya mayatnya masih bisa digunakan untuk membunuh musuh. Kalabendana setuju. Ia kemudian menusuk pusar Gatotkaca menggunakan senjata Konta. Pusaka itu pun musnah bersatu dengan sarungnya, yaitu kayu Mastaba yang masih tersimpan di dalam perut Gatotkaca. Gatotkaca telah tewas seketika. Arwah Kalabendana kemudian melemparkan mayatnya ke arah Karna. Karna berhasil melompat sehingga lolos dari maut. Namun keretanya hancur berkeping-keping tertimpa tubuh Gatotkaca yang meluncur kencang dari angkasa. Akibatnya, pecahan kereta tersebut melesat ke segala arah dan menewaskan para prajurit Korawa yang berada di sekitarnya. Tidak terhitung banyaknya berapa jumlah mereka yang mati.


Sumber : wikipedia

 
Support : Cumbri | Mataangin | PJC
Copyright © 2016. Pangupo Jiwo Community - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger